Monday, July 2, 2007

DiLemA PenDidiKaN

dKemarin sore, aku nonton berita di salah satu stasiun tv swasta. Ada berita yang sempat membuat hatiku trenyuh dan terasa nyeri. Tentang 3 orang anak dari orang tua yang kurang mampu, yang tidak bisa mendaftarkan diri di Sekolah Menengah Pertama (SMP) karena tidak mampu menebus ijazah SD nya. Para orang tua mereka mengatakan tak sanggup membayar uang sejumlah Rp. 150.000 yang disyaratkan oleh pihak sekolah.

Akhirnya, kegiatan anak-anak itu hanya bermain atau membantu ayah dan ibunya mengumpulkan buah cengkeh dari sebatang dua batang pohon cengkeh yang ada di halaman rumah mereka. Miris aku mendengarnya. Mungkin bagi banyak orang di luar sana (bahkan mungkin juga aku) uang 150.000 itu bukan hal yang terlalu berat, apalagi kalo digunakan untuk sebuah investasi jangka panjang, yakni pendidikan anak-anak. Namun, bagi para orang tua mereka, uang itu begitu besarnya, hingga mereka tak mampu memberikan pendidikan yang layak bagi anak-anaknya. Tanpa sadar butiran bening di mataku meleleh tanpa dikomandoi, merembes membasahi pipi, dalam hati aku berdoa bagi mereka, semoga mereka diberikan jalan keluar yang terbaik, dan aku berlindung kepada Mu ya Rab, jangan kau berikan cobaan seperti ini pada anak cucu ku kelak, amin.

Katanya pemerintah mewajibkan wajib belajar 9 tahun, itu artinya sampai tamat SMP kan? Lalu, bagaimana dengan yang seperti ini? Aku pernah mendengar diskusi di stasiun radio, dimana nara sumbernya menyalahkan para orang tua yang dengan sengaja memanfaatkan anak-anaknya untuk mencari nafkah, padahal mereka masih di usia sekolah. Dan bahwa para orang tua yang demikian bisa dikenakan pasal tertentu, tentang perlindungan anak.

Bagaimana mungkin si nara sumber bisa menyimpulkan hal demikian? Aku yakin, banyak dari orang tua yang akhirnya anaknya terpaksa bekerja, sangat berkeinginan untuk menyekolahkan anak-anak mereka, namun mereka gak mampu. Lalu, apakah ketidakmampuan mereka itu menjadikan mereka terdakwa dan dianggap merampas hak pendidikan anak-anak mereka? Kita yang senang ini, kadang cuma bisa menyalahkan dan menghakimi tanpa mau memberikan solusi. Coba seandainya kita berada pada posisi mereka, apakah kita mau dipenjara karena ketidakmampuan kita menyekolahkan anak-anak kita? Semoga ke depan, negara ini semakin membaik kondisinya, sehingga semua aspek bisa diperhatikan dengan baik. Apalagi pendidikan, karena mutu dan kwalitas suatu negara akan sangat dipengaruhi dari mutu pendidikan generasi penerusnya juga.



Rumbai, 3 Juli 2007

No comments: